Bab Delapan (Chapter Eight)

Khotbah di Bukit (The Sermon on the Mount)

 

Oleh karena pelayan pemuridan ingin melakukan pemuridan dengan mengajar murid untuk menaati semua perintah Kristus, ia pasti tertarik pada Khotbah di Bukit oleh Yesus. Tidak ada khotbah yang lebih panjang yang pernah dicatat Alkitab yang disampaikan oleh Yesus, dan Khotbah di Bukit itu penuh dengan perintah-perintahNya. Pelayan pemuridan pasti mau menaati dan juga mengajari murid-muridNya tentang segala sesuatu yang Yesus perintahkan dalam Khotbah itu.

Dengan demikian, saya ingin bagikan pemahaman saya tentang Khotbah dalam Matius pasal 5 sampai pasal 7. Saya mengajak setiap pelayan untuk mengajar murid-muridnya tentang Khotbah di Bukit ayat demi ayat. Saya berharap, tulisan-tulisan saya dapat membantu setiap pelayan sesuai tujuan tersebut.

Sebagai tinjauan umum dan untuk menekankan tema-tema utama, berikut ini garis-garis besar Khotbah di Bukit.

I). Yesus mengumpulkan para pendengarNya (5:1-2)

II). Pengantar (5:3-20)

A). Karakteristik dan berkat-berkat dari orang yang diberkati (5:3-12)

B). Peringatan untuk terus menjadi garam dan terang (5:13-16)

C). Hubungan Hukum Taurat dengan pengikut Kristus (5:17-20)

III). Khotbah: Jadilah lebih benar dibandingkan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (5:21-7:12)

A). Saling mengasihi, tidak seperti ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (5:21-26)

B). Jagalah kemurnian seks, tidak seperti ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (5:27-32)

C). Bersikap jujur, tidak seperti ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (5:33-37)

D). Jangan membalas dendam, seperti yang dilakukan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (5:38-42)

E). Jangan benci musuh-musuhmu, seperti yang dilakukan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (5:43-48)

F). Lakukan kebaikan dengan motif yang benar, tidak seperti ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (6:1-18)

1). Berilah kepada orang miskin dengan motif yang benar (6:2-4)

2). Berdoalah dengan motif yang benar (6:5-6)

3). Doa yang bertele-tele dan pengampunan (6:7-15)

a). Instruksi mengenai doa (6:7-13)

b). Perlunya saling mengampuni (6:8-15)

4). Berpuasa dengan motif yang benar (6:16-18)

G). Jangan layani uang, seperti yang dilakukan oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (6:19-34)

H). Jangan berbantah-bantahan dengan saudara-saudaramu (7:1-5)

I). Jangan buang-buang waktu memagi kebenaran kepada orang yang tak menghargai kebenaran itu (7:6)

J). Dorongan untuk berdoa (7:7-11)

IV). Kesimpulan: Ikhtisar Khotbah

A). Pernyataan kesimpulan (7:12)B). Peringatan untuk taat (7:13-14)

C). Cara mengenali nabi-nabi palsu dan orang-orang percaya palsu (7:15-23)

D). Peringatan akhir melawan ketidaktaatan dan ikhtisar (7:24-27)

Yesus Mengumpulkan Para PendengarNya (Jesus Gathers His Audience)

Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Maka Yesuspun mulai berbicara dan mengajar mereka. (Matius 5:1-2).

Seolah-olah Yesus sengaja mengurangi jumlah pengikutNya dengan berjalan menjauhi “orang banyak” dan menaiki gunung. Kita tahu bahwa “murid-muridNya datang kepadaNya”, seolah menunjukkan bahwa hanya orang-orang yang rindu mendengarkan Mereka bersusah-payah mendaki gunung ke tempat di mana Yesus akhirnya beristirahat. Tampaknya, sudah ada banyak orang, sebagai “kerumunan orang” dalam Matius 7:28.

Yesus lalu memulai khotbahNya, dengan berbicara kepada murid-muridNya, dan dari awal kita mendapat tanda seperti apa nanti tema yang menantang dariNya. Ia berkata bahwa mereka diberkati jika mereka memiliki karakter tertentu, karena karakter-karakter itu milik orang-orang yang pasti ke sorga. Yang menjadi keseluruhan khotbahNya itu adalah —Hanya orang-orang suci akan mewarisi Kerajaan Allah. Ucapan-Ucapan Bahagia, seperti sebutan dalam Matius 5:3-12, banyak mengandung tema itu.

Yesus menguraikan beberapa sifat berbeda sebagai karakter orang-orang yang diberkati, dan Ia menjanjikan berkat-berkat tertentu kepada mereka. Pembaca yang kurang serius sering menganggap bahwa tiap orang Kristen harus menempatkan dirinya dalam satu, dan hanya satu, Ucapan Bahagia. Tetapi, para pembaca yang serius menyadari bahwa Yesus tidak membuat golongan orang-orang percaya yang akan menerima berkat-berkat berbeda, namun setiap orang percaya sejati akan menerima satu berkat nanti yang mencakup semua, yakni mewarisi kerajaan sorga. Tak ada cara lain untuk menafsirkan FirmanNya:

Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.

Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.

Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.

Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.

Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.

Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.

Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.

Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.

Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu. (Matius 5:3-12)

Berkat-berkat dan Ciri-ciri Karakter (The Blessings and Character Traits)

Pertama, perhatikan semua janji berkat. Yesus berkata bahwa orang-orang yang diberkati akan (1) empunya Kerajaan Sorga, (2) dihibur, (3) memiliki bumi, (4) dipuaskan, (5) beroleh kemurahan, (6) melihat Allah, (7) disebut anak-anak Allah, dan (8) empunya Kerajaan Sorga (pengulangan nomor 1).

Apakah Yesus ingin kita berpikir bahwa hanya mereka yang miskin di hadapan Allah dan mereka yang dianiaya oleh sebab kebenaran akan mewarisi Kerajaan Allah? Apakah mereka yang suci hatinya akan melihat Allah dan hanya mereka yang membawa damai akan disebut anak-anak Allah, sedangkan mereka yang tak termasuk keduanya tidak akan mewarisi Kerajaan Allah? Apakah mereka yang membawa damai tidak akan menerima belas-kasihan dan mereka yang patut dikasihani tidak disebut anak-anak Allah? Jelaslah semua kesimpulan itu salah. Karena itu, kesimpulan yang lebih baik adalah bahwa banyak berkat yang dijanjikan adalah berkat-berkat yang melimpah dari satu berkat besar, yakni mewarisi Kerajaan Allah.

Kini perhatikan ciri-ciri yang berbeda yang Yesus gambarkan: (1) miskin di hadapan Allah, (2) berduka-cita, (3) lembah-lembut, (4) haus akan kebenaran, (5) murah hati, (6) suci hati, (7) membawa damai, dan (8) dianiaya.

Apakah Yesus ingin kita berpikir bahwa seseorang bisa saja murni hatinya namun tidak punya belas kasihan? Bisakah seseorang dianiaya oleh karena kebenaran tetapi tidak lapar dan haus akan kebenaran? Jawabannya, jelas tidak. Banyak ciri karakter orang yang diberkati menjadi sifat-sifat yang dimiliki oleh semua orang yang diberkati.

Jelas, Khotbah di Bukit menggambarkan ciri-ciri karakter para pengikut sejati Yesus. Dengan menguraikan sifat-sifat itu kepada murid-muridNya, Yesus menjamin, merekalah yang diberkati dan diselamatkan dan akan masuk ke sorga. Kini, mereka mungkin merasa tidak diberkati oleh karena berbagai penderitaan, dan dunia yang melihatnya mungkin tak menganggap mereka diberkati, tetapi di mata Allah mereka diberkati.

Orang-orang yang tidak cocok dengan gambaran Yesus tak akan diberkati dan tak akan mewarisi kerajaan sorga. Setiap pendeta pemuridan harus yakini bahwa orang-orang di dalam jemaatnya tahu akan hal itu.

Ciri-ciri Karakter Mereka yang Diberkati (The Character Traits of the Blessed)

Ada delapan ciri dari orang-orang yang diberkati yang sebagian perlu dibuat penafsiran. Misalnya, kebaikan apa yang ada tentang “miskin di hadapan Allah”? Saya cenderung berpikir bahwa Yesus menggambarkan sifat pertama yang harus dimiliki seseorang jika ia ingin diselamatkan, yakni ia harus menyadari kemiskinan rohaninya. Seseorang harus mula-mula memahami kebutuhannya akan seorang Juruselamat sebelum ia diselamatkan, dan sudah ada orang-orang seperti itu di antara pengikut Yesus yang baru saja menyadari kefanaan mereka. Betapa diberkatinya mereka dibandingkan dengan orang-orang Israel yang congkak dan buta terhadap dosa-dosa mereka!

Sifat pertama itu melenyapkan keyakinan seseorang untuk mencukupi diri sendiri dan pemikiran tentang kelayakan memperoleh keselamatan. Orang yang benar-benar diberkati adalah ia yang menyadari bahwa ia tak punya apa-apa untuk dipersembahkan kepada Allah dan kebenarannya sendiri adalah “kain kotor” (Yesaya 64:6, KJV).

Yesus tidak ingin siapapun untuk berpikir bahwa ia dapat memiliki sifat-sifat diberkati, murni dengan usahanya sendiri. Tidak. Seseorang diberkati, yakni diberkati oleh Allah jika ia memiliki karakter orang yang diberkati. Semua itu berasal dari kasih karunia Allah. Orang, yang Yesus bicarakan, diberkati tidak hanya oleh karena apa yang menunggunya di sorga, tetapi oleh karena pekerjaan yang telah Allah lakukan dalam kehidupannya di bumi. Dalam kehidupan saya, ketika saya melihat sifat-sifat orang-orang yang diberkati, seharusnya saya ingat bukan tentang apa yang saya lakukan, tetapi tentang apa yang telah Allah lakukan bagi saya oleh kasih karuniaNya.

Yang Berduka-Cita (The Mournful)

Jika karakter pertama didaftarkan di urutan pertama karena sifat pertama itu yang perlu dimiliki oleh orang-orang yang pasti ke sorga, mungkin sifat kedua juga didaftarkan pada urutan yang berarti: “Berbahagialah orang yang berdukacita” (Matius 5:4). Mungkinkah Yesus membuat gambaran tentang pertobatan dan penyesalan yang sungguh di dalam hati? Saya kira tidak, karena Alkitab jelas menyatakan bahwa dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan (lihat 2 Korintus 7:10). Pemungut cukai yang berduka yang pernah Yesus bicarakan adalah contoh orang yang diberkati. Dengan rendah hati, ia menundukkan kepalanya di Bait Allah, memukul-mukul dadanya dan berseru-seru memohon belas-kasihan Allah. Orang-orang Farisi di dekatnya, saat berdoa, dengan bangga mengingatkan Allah bahwa mereka telah memberi perpuluhan dan berpuasa dua kali seminggu, tetapi si pemungut cukai meninggalkan tempat itu dengan dosa yang telah diampuni. Dalam kisah itu, pemungut cukai diberkati, tetapi orang-orang Farisi tidak diberkati (lihat Lukas 18:9-14). Dengan keyakinan dari Roh Kudus, saya kira ada orang yang tengah berduka di antara para pengikut Yesus. Dia akan segera dihibur oleh Roh Kudus!

Jika Yesus tidak sedang berbicara tentang dukacita awal dari orang yang bertobat yang datang kepadaNya, mungkin Ia sedang membuat gambaran dukacita yang dirasakan oleh semua orang percaya sejati ketika mereka terus menghadapi dunia yang memberontak melawan Allah yang mengasihi mereka. Paulus mengungkapkan perasaannya “aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati.” (Roma 9:2).

Orang Yang Lemah Lembut (The Gentle)

Karakter ketiga, yakni lemah-lembut, juga ditulis dalam Alkitab sebagai salah satu buah Roh (lihat Galatia 5:22-23). Kelemah-lembutan bukanlah sifat yang dikembangkan sendiri. Orang-orang yang telah menerima kasih karunia Allah dan Roh tinggal di dalam diri mereka juga diberkati untuk dijadikan lemah lembut. Mereka suatu hari akan mewarisi bumi, karena hanya orang-orang benar akan tinggal di bumi baru ciptaan Allah. Orang-orang yang mengaku Kristen yang jahat dan kejam harus berhati-hati. Mereka tidak berada di antara orang-orang yang diberkati.

Lapar dan Haus akan Kebenaran (Hungering for Righteousness)

Karakter keempat, yakni lapar dan haus akan kebenaran, menggambarkan kerinduan di dalam hati sebagai pemberian Allah bagi setiap orang yang dilahirkan kembali. Orang ini berdukacita oleh ketidakbenaran di dalam dunia dan di dalam dirinya. Orang ini membenci dosa (lihat Mazmur 97:10; 119:128, 163) dan mencintai kebenaran.

Bila kita baca kata kebenaran dalam Alkitab, kita sering segera menerjemahkannya sebagai “kedudukan sah dari kebenaran yang diberikan kepada kita oleh Kristus”, tetapi tak selamanya kata itu berarti begitu. Seringkali kata itu berarti, “kualitas hidup yang benar menurut standar Allah.” Jelas, arti inilah yang Yesus maksudkan, karena tiada alasan bagi seorang Kristen untuk lapar akan apa yang sudah dimilikinya. Orang yang telah dilahirkan dari Roh ingin hidup dengan benar, dan dijamin akan “dipuaskan” (Matius 5:6), dan yakin bahwa Allah, oleh kasih karuniaNya, akan menyelesaikan pekerjaan yang telah dimulaiNya di dalam mereka (lihat Filipi 1:6).

Perkataan Yesus di sini juga meramalkan waktu untuk bumi baru, bumi “di mana terdapat kebenaran” (2 Petrus 3:13). Lalu tidak akan ada dosa. Tiap orang akan mengasihi Allah dengan seluruh hatinya dan mengasihi sesamanya seperti mengasihi diri sendiri. Kita yang kini lapar dan haus akan kebenaran kemudian akan dipuaskan. Doa dari dalam hati akan sepenuhnya dijawab, “Jadilah kehendakMu di bumi seperti di sorga” (Matius 6:10).

Orang Yang Murah Hati (The Merciful)

Sifat kelima, yakni murah-hati atau berbelas-kasihan, adalah juga sifat yang umumnya dimiliki oleh setiap orang yang lahir-baru oleh karena memiliki Allah yang pemurah yang tinggal di dalam dirinya. Orang yang tidak murah-hati atau tidak berbelas-kasihan tidak diberkati oleh Allah, dan ia bukanlah orang yang ikut mendapat kasih karuniaNya. Rasul Yakobus sependapat: “Sebab penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang tidak berbelas kasihan.” (Yakobus 2:13). Jika seseorang berdiri di hadapan Allah dan menerima penghakiman yang tanpa ampun, menurut anda, apakah ia akan ke sorga atau ke neraka?

[1]

Jawabannya sudah jelas.

Yesus pernah bercerita tentang seorang hamba yang mendapat kemurahan-hati atau belas-kasihan dari tuannya, namun kemudian ia tak mau memberikan sedikit belas-kasihan kepada sesama hambanya. Ketika tuannya tahu apa yang terjadi, ia “menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya” (Matt 18:34). Semua hutang yang sebelumnya diampuni dikembalikan lagi. Lalu, Yesus mengingatkan murid-muridNya, ”Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” (Matius 18:35). Jadi, menolak mengampuni saudara dalam Kristus yang memohon pengampunan akan memmulihkan kembali dosa-dosa kita yang sebelumnya telah diampuni. Akibatnya, kita diserahkan kepada penyiksaan sampai kita mengembalikan pinjaman yang tak pernah kita kembalikan. Bagi saya, orang itu tak akan menuju sorga. Lagi-lagi orang-orang yang tak berbelas-kasihan tidak akan menerima belas-kasihan Allah. Mereka tidak termasuk orang-orang yang diberkati.

Orang Yang Suci Hati (The Pure in Heart)

Sifat keenam dari orang yang pasti ke sorga adalah suci hati. Tidak seperti banyak orang yang mengaku Kristen, pengikut sejati Kristus tidak hanya suci dari segi luarnya. Oleh kasih karunia Allah, hatinya telah disucikan. Ia benar-benar mengasihi Allah dari dalam hatinya, dan hal itu mempengaruhi pergumulan dan motifnya. Yesus berjanji bahwa orang itu akan melihat Allah.

Saya ingin bertanya, apakah kita percaya bahwa ada orang Kristen sejati yang tidak suci hatinya, sehingga tak akan melihat Allah? Apakah Allah akan berkata kepadanya, “Anda dapat masuk sorga, tetapi anda tak akan pernah melihatKu”? Tidak, setiap orang benar yang pasti ke sorga memiliki hati yang suci.

Pembawa Damai (The Peacemakers)

Daftar berikutnya adalah pembawa damai. Ia akan disebut anak Allah. Yesus memberi gambaran setiap pengikut sejati Kristus, karena setiap orang yang percaya dalam Kristus adalah anak Allah (lihat Galatia 3:26).

Orang yang dilahirkan dari Roh adalah pembawa damai, dalam tiga hal berikut.

Pertama, ia telah berdamai dengan Allah, yang dulunya adalah musuhnya (lihat Roma 5:10).

Kedua, sejauh mungkin, orang itu hidup berdamai dengan orang-orang lain. Di dalam dirinya, tidak ada tanda perseteruan dan perselisihan. Paulus menulis bahwa orang yang melakukan perseteruan, iri hati, amarah, perselisihan, percideraan dan roh pemecah tidak akan mewarisi Kerajaan Allah (lihat Galatia 5:19-21). Orang percaya sejati akan menempuh jarak ekstra untuk menghindari perseturuan dan berdamai dalam hubungannya dengan orang lain. Ia tidak berdamai dengan Allah selagi ia tidak mengasihi saudara-saudaranya (lihat Matius 5:23-24; 1 Yohanes 4:20).

Ketiga, dengan menyebarkan Injil, pengikut sejati Kristus juga membantu orang lain untuk berdamai dengan Allah dan temannya. Mungkin, dengan menyinggung ayat ini dari Khotbah di Bukit, Yakobus menulis, “Dan buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai.” (Yakobus 3:18).

Yang Teraniaya (The Persecuted)

Akhirnya, Yesus menyebut berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran. Jelas, Ia sedang berbicara tentang orang yang hidup benar, tidak hanya orang yang menganggap bahwa kebenaran Kristus telah diberikan kepadanya. Orang yang menaati perintah-perintah Kristus adalah dia yang dianiaya oleh orang-orang yang tidak percaya. Orang itu akan mewarisi kerajaan Allah.

Penganiayaan apa yang sedang dibicarakan oleh Yesus? Penyiksaan? Mati sahid? Bukan, Ia secara khusus menyebut perihal dianiaya dan difitnahkan segala yang jahat oleh karena namaNya. Ini menunjukkan bahwa ketika seseorang menjadi Kristen sejati, sudah jelas bagi orang tak percaya, jika orang itu memfitnah orang percaya. Berapa banyak orang yang menyebut dirinya Kristen sangat berbeda dengan orang yang bukan Kristen sehingga orang tak percayapun memfitnahnya? Mereka bukanlah orang-orang Kristen. Seperti Yesus berkata, “Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.” (Lukas 6:26). Ketika semua orang berbicara hal yang baik tentang anda, itulah tanda bahwa anda orang percaya yang palsu. Dunia membenci setiap orang Kristen sejati (lihat juga Yohanes 15:18-21; Galatia 4:29; 2 Timotius 3:12; 1 Yohanes 3:13-14).

Garam dan Terang (Salt and Light)

Ketika Yesus menjamin murid-muridNya yang taat bahwa mereka ada di antara orang-orang yang diubahkan dan diberkati yang ditentukan akan mewarisi kerajaan sorga, maka Ia menyatakan peringatan. Tidak seperti para pengkhotbah modern yang terus-menerus memberi jaminan kepada mereka yang tergolong kambing-kambing rohani bahwa mereka tak dapat kehilangan keselamatan yang konon mereka miliki, Yesus mengasihi murid-murid sejatiNya cukup dengan mengingatkan bahwa mereka bisa saja keluar dari kategori orang-orang yang diberkati.

“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” (Matius 5:13-16).

Perhatikan bahwa Yesus tidak mendesak murid-muridNya untuk menjadi garam atau menjadi terang. Ia berkata (secara kiasan) bahwa mereka sudah menjadi garam, dan Ia mendesak mereka untuk tetap asin. Ia berkata (secara kiasan) bahwa mereka sudah menjadi terang, dan meminta agar tidak membiarkan terang mereka tersembunyi, tetapi tetap bersinar. Betapa beda khotbah ini dengan banyak khotbah lain yang disampaikan kepada mereka tentang keinginan orang-orang yang mengaku Kristen untuk menjadi garam dan terang. Jika, seseorang tidak menjadi garam dan terang, maka ia bukan murid Kristus. Ia bukan orang yang diberkati. Dan ia tidak akan ke sorga.

Pada zaman Yesus, garam dipakai terutama sebagai pengawet daging. Sebagai pengikut Kristus yang taat, kita adalah pengawet dunia yang berdosa ini agar dunia tidak membusuk dan rusak. Tetapi jika kita menjadi seperti dunia dalam perilaku kita, kita sungguh “tidak ada gunanya lagi” (ayat 13). Yesus mengingatkan orang-orang yang diberkati untuk tetap asin, dengan menjaga karakter yang unik. Mereka harus tetap berbeda dengan dunia sekitar, jika tidak mereka akan jadi “tawar”, sehingga pantas “dibuang dan diinjak-injak.” Itulah salah-satu dari banyak peringatan, di dalam Perjanjian Baru, yang ditujukan kepada orang-orang percaya sejati agar tidak kembali berbuat dosa. Jika garam adalah garam, maka rasanya asin. Demikian juga, pengikut Yesus bertindak seperti pengikut Yesus; jika tidak, mereka bukanlah pengikut Yesus, meskipun dulu mereka pengikut Yesus.

Pengikut sejati Kristus adalah juga terang dunia. Terang selalu bersinar. Jika tidak bersinar, maka bukan terang. Dalam analogi ini, terang melambangkan pekerjaan baik kita (lihat Matius 5:16). Yesus tidak meminta orang yang tak punya pekerjaan untuk mengemis-ngemis, namun Ia meminta orang yang bekerja dengan baik untuk tidak menyimpan kebaikan dari orang lain. Dengan melakukan demikian, ia akan memuliakan Bapa di sorga karena pekerjaanNya di dalam dirinya adalah sumber kebaikannya. Di sini kita lihat keseimbangan yang indah dari pekerjaan baik dari Allah dan kerjasama kita denganNya; kedua hal itu diperlukan bagi setiap orang untuk tetap suci.

Hubungan Hukum Taurat dengan Pengikut Kristus (The Law’s Relationship to Christ’s Followers)

Perhatikan satu paragraf baru dalam Alkitab. Paragraf ini adalah bagian yang penting, yakni pengantar kepada banyak perkataan Kristus di bagian akhir KhotbahNya.

“Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga. Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. (Matius 5:17-20).

Jika Yesus mengingatkan pengikutNnya untuk melawan pemikiran bahwa Ia datang untuk menghapuskan Hukum Taurat atau kitab-kitab Para Nabi, lalu kita dapat simpulkan bahwa sebagian pengikutNya sedang membuat dugaan. Kita perkirakan mengapa mereka menduga-duga. Mungkin teguran Yesus kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membuat sebagian orang berpikir bahwa Ia menghapus kitab-kitab Taurat dan para Nabi.

Walau demikian, Yesus jelas ingin murid-muridNya untuk menyadari kekeliruan dugaan tersebut. Ia adalah pemberi ilham ilahi dalam seluruh Perjanjian Lama, sehingga tentu Ia tak akan menghapus setiap hal yang telah Ia katakan melalui Musa dan para Nabi. Sebaliknya, sesuai perkataanNya, Ia telah menggenapi kitab-kitab Taurat dan para Nabi.

Bagaimana tepatnya Ia menggenapi kitab-kitab Taurat dan para Nabi? Sebagian orang berpikir bahwa Yesus sedang berbicara tentang penggenapan ramalan kedatangan Mesias. Walaupun Yesus sudah benar-benar (atau akan) menggenapi setiap ramalan kedatangan Mesias, yang tidak seluruhnya apa yang dipikirankanNya. Jelaslah, konteks menunjukkan bahwa Ia juga berbicara tentang semua yang dituliskan dalam kitab-kitab Taurat dan para Nabi, pada “satu iota atau satu titikpun” (ayat 18) dari kitab-kitab Taurat dan pada ”yang paling kecil” (ayat 19) dari perintah-perintah itu.

Orang-orang lain menduga maksud Yesus adalah Ia menggenapi Hukum Taurat dengan memenuhi syarat untuk kita melalui tindakan Yesus agar hidup taat dan berkorban sampai mati (lihat Roma 8:4). Tetapi, seperti terungkap dalam konteks, bukan itu yang Dia pikirankan. Pada ayat-ayat berikutnya, Yesus tak menyebutkan apa-apa tentang kehidupan atau kematianNya sebagai titik acuan untuk menggenapi Hukum Taurat. Sebaliknya, pada kalimat berikut, Ia menyatakan bahwa Hukum Taurat tetap relevan sampai “langit dan bumi berlalu” dan “semuanya selesai”, hal-hal yang menjadi acuan setelah kematianNya di atas kayu salib. Ia lalu menyatakan bahwa sikap orang-orang terhadap Hukum Taurat bahkan mempengaruhi status mereka di sorga (ayat 19), dan orang-orang harus menaati Hukum Taurat bahkan lebih dari yang dilakukan oleh ahli-ahli Taurat atau orang-orang Farisi, atau mereka tidak akan masuk ke sorga (ayat 20).

Jelaslah, selain menggenapi nubuatan tentang kedatangan Mesias, jenis, dan bayangan Hukum Taurat, juga penaatan syarat-syarat Hukum Taurat bagi kita, Yesus juga berpikir tentang pengikutNya yang menaati perintah-perintah Hukum Taurat dan melakukan hal-hal yang dikatakan oleh para Nabi. Dalam satu hal, Yesus menggenapi Hukum Taurat dengan mengungkapkan maksud sejati dan murni dari Allah di dalamnya, dengan mendukung dan menjelaskan sepenuhnya, dan melengkapi yang masih kurang agar para pengikutNya memahaminya.

[2]

Kata bahasa Yunani yang diterjemahkan menggenapi pada ayat 17 juga diterjemahkan dalam Perjanjian Baru sebagai melengkapi, menyelesaikan, mengisi, dan melaksanakan sepenuhnya. Hal ini hampir saja dilakukan oleh Yesus, yang dimulai dengan empat kalimat berikutnya.

Tidak, Yesus tidak datang untuk menghapuskan, melainkan menggenapi kitab-kitab Taurat dan para Nabi, yakni “mengisinya sampai penuh.” Ketika saya ajarkan Khotbah di Bukit kepada orang-orang, saya sering tunjukkan setengah gelas air sebagai contoh dari pewahyuan Allah yang diberikan dalam kitab-kitab Taurat dan para Nabi. Yesus tidak datang untuk menghapuskan kitab-kitab Taurat dan para Nabi (ketika saya katakan hal itu, saya bertindak seolah-olah saya akan membuang air segelas penuh). Sebaliknya, Ia menggenapi kitab-kitab Taurat dan para Nabi (ketika saya ambil sebotol air dan mengisinya sampai penuh). Tindakan ini dapat membantu dalam memahami maksud Yesus.

Pentingnya Menaati Hukum Taurat (The Importance of Keeping the Law)

Mengenai penaatan perintah-perintah di dalam kitab-kitab Taurat dan para Nabi, Yesus tak mungkin membuat maksudNya lebih membawa pengaruh. Ia mengharapkan murid-muridNya untuk menaatinya. Perintah-perintah itu tetap dianggap penting hingga kini. Nyatanya, cara mereka menghargai perintah-perintah itu akan menentukan status mereka di sorga: “Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.” (5:19).

Kita sampai pada ayat 20: “Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.”

Perhatikan, itu bukan pemikiran baru, tetapi pernyataan akhir terkait dengan ayat-ayat sebelumnya dengan memakai kata sambung maka. Seberapa pentingkah tindakan menaati perintah-perintah itu? Setiap orang menaati perintah-perintah itu lebih dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi untuk masuk kerajaan sorga. Kita lihat lagi, Yesus tetap teguh dengan temaNya —Hanya orang-orang suci akan mewarisi Kerajaan Allah.

Agar tidak bertentangan dengan Kristus, pelayan pemuridan tak pernah menjamin setiap orang untuk memiliki keselamatan yang kebenarannya tidak melebihi kebenaran yang dimiliki ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.

Kebenaran Macam Apa Yang Dibicarakan oleh Yesus? (Of What Kind of Righteousness Was Jesus Speaking?)

Ketika Yesus menyatakan bahwa kebenaran kita harus melebihi kebenaran dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, apakah Ia tidak menyinggung pada kedudukan sah tentang kebenaran yang diberikan kepada kita sebagai pemberian cuma-cuma? Tidak, Yesus tidak menyinggung hal itu. Pertama, konteks tidak sesuai dengan penafsiran itu. Sebelum dan setelah pernyataan itu (dan dalam keseluruhan perikop Khotbah di Bukit), Yesus berbicara tentang menaati perintah-perintah, yakni hidup dengan benar. Penafsiran yang paling lazim tentang FirmanNya adalah kita harus hidup lebih benar dibandingkan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Dan, betapa janggal bila kita berpikir bahwa Yesus menempatkan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi pada standar di mana Ia tidak menempatkan murid-muridNya sendiri pada standar yang sama. Betapa bodohnya kita berpikir bahwa Yesus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi karena melakukan dosa yang sama dengan yang dilakukan oleh murid-muridNya, tetapi Ia tidak mengecam murid-muridNya, hanya karena mereka memanjatkan “doa keselamatan.”

[3]

 

Masalahnya kita tak ingin mendapatkan arti jelas dari ayat tersebut, karena ayat itu tampak seperti pengesahan. Masalahnya adalah kita tak memahami korelasi yang tak terpisahkan antara kebenaran sebagai akibat dan kebenaran praktis. Tetapi, Rasul Yohanes paham. Ia menulis: “Anak-anakku, janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar” (1 Yohanes 3:7). Kita juga tidak memahami korelasi antara kelahiran baru dan kebenaran praktis seperti pemahaman Yohanes juga: “Jikalau kamu tahu, bahwa Ia adalah benar, kamu harus tahu juga bahwa setiap orang yang berbuat kebenaran lahir dari pada-Nya.” (1 Yohanes 2:29).

Dalam pernyataanNya pada Matius 5:20, Yesus bisa saja menambahkan, “Dan jika engkau bertobat, benar-benar dilahirkan kembali, dan menerima karunia kebenaran cuma-cuma dariKu melalui iman yang hidup, maka kebenaran praktismu akan melebihi kebenaran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi pada saat engkau bekerja-sama dengan kuasa RohKu yang berdiam di dalam diri.”

Cara Menjadi Lebih Suci daripada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (How to be Holier than the Scribes and Pharisees)

Pertanyaan yang sering muncul untuk menanggapi pernyataan Yesus pada Matius 5:20 adalah: Tepatnya, seberapa benar ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu? Jawabnya: Sangat tidak benar.

Suatu kali, Yesus menyebut mereka sebagai “kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran.” (Matius 23:27). Yakni, mereka tampak benar dari luar, tetapi di dalamnya jahat. Mereka melakukan tugas besar untuk menaati setiap noktah Hukum Taurat, namun mengabaikan roh dari Hukum Taurat itu, mereka sering membenarkan diri dengan membelokkan atau bahkan mengubah perintah-perintah Allah.

Nyatanya, kesalahan mendasar dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi adalah fokus utama Yesus pada bagian akhir dari Khotbah di Bukit. Kita tahu bahwa Yesus mengutip beberapa perintah Allah yang sudah dikenal, dan setelah mengutipnya, Ia menyebut perbedaan antara noktah dan roh dari tiap perintah. Dalam melakukan itu, Ia berkali-kali membeberkan tentang pengajaran sesat dan kemunafikan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, dan Ia ungkapkan harapanNya yang tulus bagi murid-muridNya.

Yesus memulai setiap contoh dengan kata-kata, “Kalian sudah mendengarnya.” Ia berbicara kepada orang-orang yang mungkin belum pernah membaca, namun hanya mendengar gulungan kitab-kitab Perjanjian Lama yang dibacakan oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi di sinagoga-sinagoga. Bisa dikatakan, para pendengarNya sudah sering mendapat pengajaran sesat sepanjang hidup mereka, ketika mereka mendengar ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membelokkan Firman Tuhan dan melakukan gaya hidup mereka yang tidak suci.

Saling Mengasihi, Tidak Seperti ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (Love Each Other, Unlike the Scribes and Pharisees)

Dengan memakai perintah keenam sebagai titik acuan pertamaNya, Yesus mulai mengajari murid-muridNya tentang kehendak Allah bagi mereka, dan pada saat yang sama Ia membeberkan kemunafikan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.

Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. (Matius 5:21-22).

Pertama, perlu dicatat bahwa Yesus mengingatkan sesuatu yang dapat membuat orang masuk neraka. Itulah tema utama dariNya —Hanya orang-orang suci akan mewarisi Kerajaan Allah.

Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi berkhotbah melawan pembunuhan, dengan mengutip perintah keenam, yang mengingatkan bahwa membunuh dapat menyeret orang ke pengadilan.

Tetapi, Yesus ingin murid-muridNya tahu apa yang tidak disadari oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi —sudah ada pelanggaran yang jauh “lebih tidak penting” yang dapat menyeret seorang ke pengadilan, sepertinya pengadilan oleh Allah. Karena begitu pentingnya kita saling mengasihi (perintah terbesar kedua), ketika memarahi saudara, kita harus anggap diri kita bersalah di pengadilan. Jika, kita ucapkan kata-kata kemarahan padanya dengan cara tidak sopan, maka pelanggaran kita bahkan jauh lebih serius, dan kita harus anggap diri kita bersalah di pengadilan tertinggi Allah. Dan jika kita akukan lebih dari itu, dengan ucapan kebencian kepada saudara melalui hardikan kedua, maka kita bersalah di hadapan Allah dan akan masuk neraka!

[4]

Ini serius!

Hubungan kita dengan Allah disesuaikan dengan hubungan kita dengan saudara kita. Jika kita membenci saudara, maka kita tidak memiliki kehidupan kekal. Yohanes menulis,

Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam diri nya. (1 Yohanes 3:15).

Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. (1Yohanes 4:20).

Betapa penting kita saling mengasihi dan, sesuai perintah Yesus, kita usahakan pendamaian kembali ketika kita saling menyakiti (lihat Matius 18:15-17).

Selanjutnya Yesus berkata:

Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. (Matius 5:23-24).

Dengan kata lain jika hubungan kita dengan saudara kita tidak benar, maka hubungan kita dengan Allah tidak benar. Orang-orang Farisi dianggap salah karena hanya mengutamakan hal-hal yang tak penting, “nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan” seperti kata Yesus (Matius 23:23-24). Mereka menekankan pentingnya membayar perpuluhan dan memberi korban, tetapi mengabaikan hal yang jauh lebih penting, yakni perintah kedua terbesar untuk saling mengasihi. Betapa munafiknya seseorang yang membawa korban, yang menunjukkan kasihnya kepada Allah, selagi melanggar perintah terpenting kedua dariNya! Hal inilah yang Yesus peringatkan.

Masih tentang ketegasan penghakiman Allah, selanjutnya Yesus berkata:

Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas. (Matius 5:25-26).

Kita sebaiknya menjauhi ruang pengadilan Allah dengan cara hidup sedekat mungkin dalam damai dengan saudara-saudara kita. Jika ada saudara memarahi kita, dan dengan keras kepala kita menolak berdamai kembali “pada perjalanan menuju pengadilan”, yakni perjalanan kita dalam kehidupan untuk berdiri di hadapan Allah, maka kita akan menyesalinya. Perkataan Yesus di sini sangat mirip dengan semua peringatanNya mengenai kesamaan si hamba yang tak memberi ampun dalam Matius 18:23-35. Hamba yang diampuni namun menolak mengampuni harus membayar kembali hutangnya, dan ia diserahkan kepada algojo “sampai ia mengembalikan semua hutangnya” (Matius 18:34). Di sini Yesus juga mengingatkan akan konsekwensi kekal yang mengerikan dari tindakan kita yang tidak mengasihi saudara kita.

Jagalah Kemurnian Seks, tidak Seperti ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (Be Sexually Pure, Unlike the Scribes and Pharisees)

Perintah ketujuh adalah contoh kedua dari Yesus mengenai bagaimana ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi menaati pesan itu selagi tak mengindahkan roh Hukum Taurat. Yesus mengharapkan murid-muridNya menjadi lebih murni dalam hal seks dibandingkan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.

Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya. Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka. Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka. (Matius 5:27-30).

Perlu dicatat lagi bahwa Yesus memenuhi tema utamaNya —Hanya orang-orang suci akan mewarisi Kerajaan Allah. Ia mengingatkan lagi tentang neraka dan hal yang orang harus lakukan untuk menjauhi neraka.

Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tak dapat mengabaikan perintah ketujuh, jadi, secara luar, mereka menaatinya, tetap setia kepada istri masing-masing. Namun mereka membayangkan bercinta dengan wanita lain. Mereka secara mental menelanjangi wanita yang mereka lihat di pasar. Mereka berzinah di dalam hati, sehingga melanggar roh perintah ketujuh. Berapa banyak orang di gereja kini yang tak berbeda dengan mereka?

Allah tentu mau tiap orang untuk benar-benar suci dalam hal seks. Jelas, hubungan seks dengan istri orang lain adalah keliru, dan juga keliru bila membayangkan berhubungan seks dengan wanita itu. Yesus tidak menambahkan hukum yang lebih ketat kepada persyaratan yang sudah ada dalam Hukum Taurat Musa. Perintah kesepuluh jelas berisi larangan terhadap hawa-nafsu: “Jangan mengingini isterinya.” (Keluaran 20:17).

Apakah di antara orang-orang yang mengikuti Yesus, ada yang disalahkan? Mungkin juga. Apa yang telah mereka lakukan? Mereka pastinya sudah bertobat ketika Yesus perintahkan. Apapun anggapannya, orang yang penuh dengan hawa nafsu harus menghentikan perilakunya, karena dia akan masuk neraka.

Tentu, tiada orang yang berakal sehat menganggap bahwa tujuan Yesus bagi orang yang penuh hawa-nafsu adalah harus mencungkil matanya atau memotong tangannya. Orang yang penuh hawa-nafsu yang mencungkil matanya hanya akan menjadi orang mata-satu tetapi penuh hawa-nafsu! Yesus secara dramatis dan tulus menekankan pentingnya menaati roh perintah ketujuh. Kekekalan tergantung kepada penaatan perintah ini.

Dengan mengikuti teladan Kristus, pelayan pemuridan akan menegur murid-muridNya untuk “memotong” apapun yang menyebabkan mereka tersandung. Bila penyebanya TV kabel, kabelnya harus diputus. Bila penyebanya acara rutin TV, maka TV disingkirkan. Bila penyebanya majalah, hentikan berlangganan majalah. Bila penyebanya Internet, putuskan hubungan Internet. Bila penyebanya jendela terbuka, tutup kain gordinnya. Dengan melakukan tiap tindakan itu, kita akan terhindar dari kekekalan fana di neraka. Karena pelayan pemuridan sungguh mengasihi kawanan dombaNya, ia akan menceritakan kebenaran dan memberi peringatan kepada mereka, seperti yang dilakukan Yesus.

Cara Lain Melakukan Perzinahan (Another Way to Commit Adultery)

Contoh berikut dari Yesus sangat terkait dengan contoh yang baru dibahas, yang mungkin menjadi alasan penyebutannya berikut ini. Anggaplah contoh ini sebagai penjelasan lanjutan bukannya sebagai topik baru. Masalahnya adalah, “Hal lain yang dilakukan oleh orang-orang Farisi sama dengan perzinahan.”

Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan isterinya harus memberi surat cerai kepadanya. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah. (Matius 5:31-32).

Itulah contoh bagaimana ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membelokkan Hukum Taurat Allah untuk mempermudah gaya hidup mereka yang penuh dosa.

Andaikan kita ciptakan tokoh imajinasi orang Farisi pada zaman Yesus. Di seberang jalan orang itu ada wanita yang menarik yang diingininya. Ia menggodanya ketika bertemu dia setiap hari. Wanita itu tampak tertarik padanya, dan keinginannya makin betambah. Ia ingin melihatnya tanpa busana, dan membayangkannya dalam fantasi-fantasi seks. Oh, seandainya orang itu dapat memilikinya!

Namun orang itu bermasalah. Ia sudah menikah, dan agamanya melarang perzinahan. Ia tak ingin melanggar perintah ketujuh (meskipun ia telah melanggar perintah itu tiap kali ia bernafsu). Apa yang dapat dilakukannya?

Ada solusi! Jika bercerai dari pasangannya kini, ia bisa kawin dengan wanita yang ada dalam pikirannya! Tetapi, apakah boleh bercerai? Seorang teman orang Farisi itu berkata kepadanya Ya! Ada ayat Alkitab untuk itu! Ulangan 24:1 berkata tentang pemberian surat cerai kepada istri ketika ia diceraikan. Perceraian harus sesuai aturan pada keadaan-keadaan tertentu! Namun, apa keadaan-keadaan itu? Ia teliti membaca perkataan Allah:

“Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya, lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya … (Ulangan 24:1).

Nah! Ia dapat menceraikan istrinya jika ia temukan ketidaksenonohan pada istrinya! Dan ia temukan! Istrinya tidak semenarik wanita di jalanan! (Ini bukan contoh yang dibuat-buat. Menurut Rabbi Hillel, yang terkenal karena ajarannya tentang perceraian di zaman Yesus, suami dapat menceraikan istrinya dengan sah jika ia temukan seseorang yang lebih menarik, karena hal itu membuat istrinya saat itu “tidak senonoh” di matanya. Rabbi Hillel juga mengajarkan bahwa suami dapat menceraikan istrinya jika ia terlalu banyak memberi garam ke makanannya, atau berbicara dengan pria lain, atau tak sanggup melahirkan anak baginya).

Jadi orang Farisi yang penuh hawa-nafsu itu menceraikan istrinya secara sah dengan memberi surat cerai kepada istrinya dan segera menikahi wanita yang ada di fantasinya. Dan ia tidak sedikitpun tunduk pada tanggung-jawab atas kesalahan asalkan Hukum Taurat telah ditaati!

Pandangan Berbeda (A Different View)

Sudah tentu, Allah melihat setiap hal dengan cara berbeda. Ia tak pernah berkata bahwa hal yang “tidak senonoh” dalam Ulangan 24:1-4 memang benar seperti itu, atau bahkan bila alasannya sesuai aturan untuk bercerai. Kenyataannya, perikop itu tidak berkata apa-apa terkait dengan saat perceraian dianggap sah atau tidak sah. Perikop ini hanya berisi larangan menghadapi wanita yang sudah dua kali bercerai atau wanita yang sekali bercerai/pernah menjanda untuk mengawini kembali suami pertama. Sesuai perikop itu, perkataan bahwa pasti telah terjadi “ketidaksenonohan” di mata Allah yang membuat perceraian itu dibolehkan adalah pemaksaan pengertian ke dalam teks itu.

Dalam hal apapun, dalam pikiran Allah, gambaran orang yang disebutkan tadi tidak berbeda dengan seorang pezinah. Ia melanggar perintah ketujuh. Kenyataannya, ia bahkan lebih bersalah dibandingkan pezinah biasa, karena ia bersalah melakukan “perzinahan ganda.” Apa itu? Pertama, ia berzinah dalam dirinya. Yesus lalu berkata, “Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.” (Matius 19:9).

Kedua, karena istri yang kini diceraikan harus mencari suami lain agar dapat bertahan hidup, di pandangan Allah, orang-orang Farisi telah melakukan hal yang sama dengan memaksa istrinya untuk berhubungan seks dengan pria lain. Sehingga, ia menyalahkan wanita itu karena “perzinahan”

[5]

Yesus berkata, “Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.” (Matius 5:32, tambahkan penekanan).

Yesus bahkan menuduh orang Farisi yang berhawa-nafsu dengan “perzinahan tiga kali” bila pernyataanNya, “dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.” (Matius 5:32), berarti bahwa Allah menganggap orang Farisi bertanggung-jawab atas “perzinahan” yang dilakukan oleh suami baru dari bekas istrinya.

[6]

 

Di zaman Yesus, perzinahan menjadi masalah penting, karena kita baca di mana beberapa orang Farisi bertanya kepadaNya, “Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: “Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?” (Matius 19:3). Pertanyaan mereka adalah cermin isi hati mereka. Jelaslah, beberapa dari mereka mempercayai bahwa perceraian dibolehkan dengan alasan apapun.

Saya harus tambahkan juga hal yang memalukan ketika orang-orang Kristen memakai ayat-ayat Alkitab yang sama tentang perceraian, salah menafsirkan ayat-ayat itu, dan menempatkan rantai pengikat yang berat kepada anak-anak Allah. Yesus tidak berbicara tentang orang Kristen yang diceraikan ketika ia tidak diselamatkan, dan, saat menemukan calon teman hidup yang cantik yang juga mengasihi Kristus, ia menikahinya. Hal itu berbeda dengan perzinahan. Jika hal itu yang Yesus maksudkan, maka kita harus ubah Injil, karena Injil tak lagi mengampuni semua dosa orang-orang berdosa. Mulai sekarang kita khotbahkan, “Yesus mati untuk anda, dan jika anda bertobat dan percaya kepadaNya, semua dosamu akan diampuni. Tetapi, jika anda telah diceraikan, yakinlah bahwa anda tak akan menikah lagi, atau anda akan hidup dalam perzinahan, dan Alkitab berkata bahwa pezinah akan masuk neraka. Juga, jika anda telah diceraikan dan dinikahi lagi, sebelum anda datang kepada Kristus, anda perlu lakukan satu dosa lagi dan ceraikan pasangan anda sekarang. Jika tidak, anda akan terus hidup dalam perzinahan, dan para pezinah tidak akan selamat.”

[7]

Apakah itu namanya Injil?

[8]

 

Bersikaplah Jujur, Tidak seperti ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (Be Honest, Unlike the Scribes and Pharisees)

Contoh ketiga dari Yesus tentang perilaku keliru dan penerapan keliru ayat-ayat Alkitab oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi terkait dengan perintah Allah untuk berkata yang benar. Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah mengembangkan cara yang sangat kreatif untuk berdusta. Kita pelajari dari Matius 23:16-22 bahwa mereka tidak menganggap diri mereka wajib menjalani sumpahnya jika mereka bersumpah demi Bait Allah, altar, atau sorga. Tetapi, jika mereka bersumpah demi emas di Bait Allah, korban di altar, atau demi Allah di sorga, mereka dulunya wajib memenuhi sumpah itu! Inilah persamaan orang dewasa dengan anak yang menganggap ia terbebas dari keharusan untuk mengatakan kebenaran selama jari-jarinya disilangkan di belakang badannya. Yesus mengharapkan murid-muridNya untuk mengatakan kebenaran.

Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar; janganlah juga engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambutpun. Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat. (Matius 5:33-37).

Perintah Allah mengenai sumpah tidak berkata apapun tentang sumpah atas sesuatu yang lain. Allah mau umatNya berbicara kebenaran sepanjang waktu, sehingga tak perlu ada kata-kata sumpah, selamanya.

Tak ada yang salah dengan sumpah, karena sumpah tak lebih dari ucapan kaul atau janji. Kenyataannya, sumpah untuk menaati Allah adalah baik. Keselamatan dimulai dengan sumpah untuk mengikuti Yesus. Tetapi, ketika orang harus bersumpah demi sesuatu untuk meyakinkan orang lain agar mempercayainya, sudah lazim diketahui bahwa orang itu biasanya berbohong. Orang yang selalu berkata benar tak perlu bersumpah, selamanya. Namun banyak gereja kini dipenuhi para pendusta, dan para pelayan sering jadi pemimpin dalam penipuan dan kelicikan.

Pelayan pemuridan menunjukkan contoh menghasilkan kebenaran dan mengajarkan murid-muridNya untuk selalu berkata benar. Pelayan tahu bahwa Yohanes mengingatkan bahwa semua pembohong akan dilempar masuk ke lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang (lihat Wahyu 21:8).

Jangan Membalas Dendam, seperti yang dilakukan oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (Don’t Take Revenge, as do the Scribes and Pharisees)

Hal berikutnya yang Yesus sebutkan dalam daftar keluhan adalah penyimpangan orang-orang Farisi terhadap ayat yang sangat terkenal dalam Perjanjian Lama. Kita telah perhatikan perikop ini dalam bab tentang Penafsiran Alkitab.

Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu.” (Matius 5:38-42).

Hukum Taurat Musa berkata bahwa ketika seseorang didapati bersalah di pengadilan karena mencederai orang lain, hukumannya harus sama dengan akibat yang ditimbulkan. Jika ia merontokkan gigi orang lain, maka, dengan jujur dan adil, giginya harus dirontokkan. Perintah ini diberikan agar didapatkan keadilan untuk didamaikan di pengadilan atas kasus pelanggaran berat. Allah melembagakan sistem pengadilan dan para hakim menurut Hukum Taurat demi menurunkan kejahatan, menjamin keadilan, dan mencegah balas-dendam. Dan Allah memerintahkan hakim untuk bersikap netral dan adil dalam menjatuhkan hukuman. Mereka harus mengadili “mata ganti mata dan gigi ganti gigi.” Tetapi ungkapan dan perintah itu selalu ada dalam perikop-perikop mengenai keadilan di ruang pengadilan.

Tetapi, sekali lagi, ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi menyimpangkan perintah, dengan mengubahnya menjadi perintah yang menjadikan perbuatan balas-dendam pribadi sebagai kewajiban suci. Tampaknya, mereka mengadopsi kebijakan “toleransi nol”, dengan melakukan pembalasan bahkan untuk pelanggaran kecil.

Tetapi, Allah selalu mengharapkan lebih banyak dari umatNya. Balas dendam adalah sesuatu yang nyata-nyata dilarang olehNya (lihat Ulangan 32:35). Perjanjian Lama mengajarkan bahwa umat Allah harus menunjukkan kebaikan kepada musuh-musuhnya (lihat Keluaran 23:4-5; Amsal 25:21-22). Yesus mendukung kebenaran ini dengan berkata kepada murid-muridNya untuk memberikan pipi sebelah dan menempuh satu mil lagi ketika berurusan dengan orang-orang jahat. Ketika kita disalahkan, Allah inginkan kita untuk tetap penuh kasih, membalas kejahatan dengan kebaikan.

Apakah Yesus mengharapkan kita untuk membiarkan orang-orang untuk mengambil keuntungan dari kita, dengan membiarkan mereka menghancurkan hidup kita jika mereka mau? Apakah keliru bila kita menuntut seorang yang tidak percaya ke pengadilan, dengan mencari keadilan atas perbuatan yang dilakukan terhadap kita? Tidak. Yesus tidak berbicara tentang mencari keadilan di pengadilan atas pelanggaran berat, namun tentang melakukan balas-dendam pribadi atas pelanggaran kecil. Perhatikan, Yesus tidak berkata bahwa kita harus memberikan leher kita untuk dicekik oleh orang yang baru saja membacok punggung kita. Ia tidak berkata bahwa kita harus memberikan rumah kita kepada seseorang ketika ia meminta mobil kita. Yesus hanya berkata agar kita menunjukkan toleransi dan belas-kasihan yang besar ketika menemukan pelanggaran kecil dan tantangan biasa bila berurusan dengan orang angkuh. Ia ingin kita menjadi lebih baik dari yang diharapkan oleh orang angkuh itu. Dengan standar itu, ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tidak datang mendekat.

Mengapa banyak orang yang mengaku Kristen mudah diserang? Mengapa mereka begitu cepat kecewa dengan serangan yang sepuluh kali lebih kecil daripada tamparan di pipi? Apakah mereka diselamatkan? Pelayan pemuridan menjadi contoh dengan memberi pipi lain, dan ia mengajarkan kepada murid-muridNya untuk melakukan hal yang sama.

Jangan Benci Musuhmu, seperti yang dilakukan oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (Don’t Hate Your Enemies, as do the Scribes and Pharisees)

Akhirnya, Yesus menyatakan satu lagi perintah Allah yang telah diubah oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi untuk menyenangkan hati mereka yang penuh kebencian.

Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Matius 5:43-48).

Dalam Perjanjian Lama, Allah berkata, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Imamat 19:18), tetapi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mempunyai definisi lain. Bagi mereka, sesama adalah orang-orang yang mengasihi mereka. Orang lain adalah musuh, dan karena Allah berkata untuk mengasihi sesama, maka kita boleh membenci musuh-musuh kita. Tetapi, menurut Yesus, bukan itu maksud Allah.

Yesus lalu mengajarkan dalam kisah orang Samaria yang Baik Hati bahwa kita harus peduli kepada setiap orang sebagai sesama kita.

[9]

Allah ingin kita mengasihi setiap orang, termasuk musuh-musuh kita. Itulah standar Allah bagi anak-anakNya, yakni standar kehidupanNya Sendiri. Ia memberikan matahari dan hujan untuk menumbuhkan tanaman, kepada orang-orang baik dan orang-orang jahat. Kita harus meneladaniNya, dengan menunjukkan kebaikan kepada orang yang tak layak mendapatkan kebaikan. Ketika kita lakukan kebaikan, tampaklah bahwa kita adalah “anak-anak Bapa [kita] yang di sorga.” (Matius 5:45). Orang yang murni dilahirkan kembali bertindak seperti Bapanya.

Kasih yang Allah mau kita tunjukkan kepada musuh-musuh kita bukanlah emosi atau persetujuan kita akan kejahatan mereka. Allah tidak meminta kita untuk menunjukkan perasaan bersahabat kepada mereka yang menentang kita. Ia tidak meminta kita untuk mengatakan hal yang tidak benar, dengan ucapan bahwa musuh kita adalah orang-orang baik. Tetapi Ia berharap agar kita berbelas kasihan kepada mereka dan bertindak sukarela dengan maksud itu, paling tidak dengan menyapa mereka dan mendoakan mereka.

Perhatikan bahwa Yesus sekali lagi menekankan tema utamaNya —Hanya orang-orang suci akan mewarisi Kerajaan Allah. Ia berkata kepada murid-muridNya bahwa jika mereka hanya mengasihi orang yang mengasihi mereka, mereka tidak lebih baik dari orang-orang bukan Yahudi penyembah berhala dan pemungut cukai, dua jenis orang yang, menurut keyakinan orang Yahudi, pasti masuk neraka. Dengan kata lain, seseorang yang hanya mengasihi orang lain yang mengasihinya akan masuk neraka.

Lakukan Kebaikan dengan Motif yang Benar, tidak seperti ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. (Do Good for the Right Motives, Unlike the Scribes and Pharisees)

Yesus mengharapkan para pengikutNya untuk hidup suci, dan juga tetap suci karena alasan yang tepat. Mungkin mereka menaati perintah-perintah Allah dan masih membuatNya tidak senang jika ketaatan mereka karena motif yang keliru. Yesus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi karena mereka melakukan pekerjaan yang baik semata-mata untuk membbuat orang lain terkesan (lihat Matius 23:5). Ia mengharapkan murid-muridNya untuk hidup berbeda.

Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga. Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong [orang-orang yang mendengarkan Yesus tahu kepada siapa tujuan perkataan Yesus], supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. (Matius 6:1-4).

Yesus berharap pengikutNya untuk memberi sedekah kepada kaum miskin. Hukum Taurat memerintahkan hal itu (lihat Keluaran 23:11; Imamat 19:10; 23:22; 25:35; Ulangan 15:7-11), namun ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi melakukannya dengan meniup terompet, untuk memanggil kaum miskin demi mendapatkan sedekah di depan banyak orang. Namun berapa banyak orang yang mengaku Kristen tidak memberikan apapun kepada kaum miskin? Mereka tidak melakukannya dengan sasaran untuk menguji motif-motif mereka dalam bersedekah. Jika kepentingan diri sendiri mendorong ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi untuk mengkoar-koarkan pemberian sedekah mereka, apa yang mendorong orang-orang yang mengaku Kristen untuk mengabaikan kesulitan kaum miskin? Dalam hal ini, apakah kebenaran mereka mengungguli kebenaran dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi?

Seperti sebutan Paulus dalam 1 Korintus 3:10-15, kita dapat juga melakukan hal-hal baik karena alasan yang keliru. Jika motif kita tidak murni, maka perbuatan baik kita tak akan mendapat upah. Paulus menulis, bisa saja ada orang yang mengabarkan Injil dengan motif tidak murni (lihat Filipi 1:15-17). Seperti yang dinyatakan Yesus, cara yang baik untuk meyakini bahwa pemberian kita terdorong dengan hati yang murni adalah memberi secara diam-diam, tak membiarkan tangan kiri tahu perbuatan tangan kanan. Pelayan pemuridan mengajarkan murid-muridNya untuk memberi kepada kaum miskin (asalkan para murid tahu caranya), dan ia diam-diam melakukan apa yang ia khotbahkan.

Berdoa dan Berpuasa dengan Alasan yang Benar (Prayer and Fasting for the Right Reasons)

Yesus juga berharap para pengikutNya berdoa dan berpuasa, dan mereka melakukannya agar tak terlihat oleh orang lain, namun menyenangkan hati Bapa mereka. Jika tidak, mereka tak ada bedanya dengan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang akan masuk neraka, yang berdoa dan berpuasa hanya untuk mendapatkan pujian manusia, sebagai upah yang fana. Yesus memperingatkan pengikutNya:

“Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang [orang-orang yang mendengarkan Yesus tahu kepada tujuan perkataan Yesus]. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.

“Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa [lagi-lagi, orang-orang yang mendengarkan Yesus tahu kepada siapa tujuan perkataan Yesus]. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” (Matius 6:5-6, 16-18).

Berapa banyak orang yang mengaku Kristen tak punya kehidupan yang suka berdoa dan tak pernah berpuasa?

[10]

Dalam hal ini, bagaimana bisa kebenaran orang-orang itu sebanding dengan kebenaran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, yang mempraktekkan kedua hal tersebut (meskipun demi alasan yang keliru)?

Penyimpangan Berkenaan dengan Doa dan Pengampunan (A Digression Regarding Prayer and Repentance)

Selagi membahas tentang doa, Yesus beralih sedikit untuk mengajar secara lebih khusus kepada murid-muridNya mengenai cara mereka harus berdoa. Yesus inginkan agar kita berdoa dengan cara kita yang tidak menghina BapaNya dengan menyangkali, melalui doa-doa kita, hal yang telah diungkapkanNya tentang diriNya. Misalnya, karena Allah tahu kebutuhan kita sebelum kita meminta dariNya (Ia tahu segala sesuatu), tak ada alasan kita mengulang-ulang kata-kata yang tak berarti ketika berdoa:

Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya. (Matius 6:7-8).

Sebenarnya, doa kita mengungkapkan sebaik apa kita mengenal Allah. Orang yang mengenalNya, ketika terungkap dalam FirmanNya, berdoa sampai akhir sehingga kehendakNya akan terjadi dan Ia dimuliakan. Keinginan terbesarnya adalah menjadi suci, benar-benar menyenangkanNya. Ini tercermin dalam doa Yesus, yakni Doa Bapa Kami, yang termasuk dalam pengajaran Yesus kepada murid-muridNya. Doa itu mengungkapkan harapanNya bagi prioritas dan pengabdian kita:

[11]

 

Karena itu berdoalah demikian: “Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”. (Matius 6:9-11).

Kepedulian paling utama dari setiap murid Kristus adalah memuliakan nama Tuhan, sehingga ia dapat dihormati, dipandang dan diperlakukan sebagai yang suci.

Sudah tentu, setiap orang yang berdoa agar nama Tuhan dimuliakan haruslah suci dalam dirinya sendiri, sambil memuliakan nama Tuhan. Jika tidak, maka ia dianggap berpura-pura. Jadi, doa Bapa Kami mencerminkan keinginan kita agar orang lain menyerahkan diri mereka kepada Allah seperti yang sudah kita lakukan.

Permohonan kedua doa model itu adalah: “Datanglah kerajaanMu.” Ide satu kerajaan bermakna bahwa ada seorang Raja yang memerintah kerajaanNya. Setiap murid Kristen rindu bertemu dengan rajaNya, Oknum yang mengatur kehidupannya, memerintah atas seluruh bumi. Wah, setiap orang akan berlutut kepada Raja Yesus dalam iman yang taat!

Permohonan ketiga memperkuat permohonan pertama dan permohonan kedua: “Jadilah kehendakmu di bumi seperti di sorga.” Bagaimana kita dapat berdoa seperti itu, dengan tulus hati berserah diri kepada kehendak Tuhan dalam kehidupan kita? Murid sejati ingin agar kehendak Tuhan terjadi di atas bumi seperti di sorga —dengan sempurna dan tuntas.

Dibandingkan memiliki makanan yang tetap ada, yakni “makanan sehari-hari”, yang lebih penting bagi kita adalah memuliakan Tuhan, jadilah kehendakNya, dan datanglah kerajaanNya. Ada alasan mengapa permohonan keempat ini ditempatkan di urutan keempat. Namun, permohonan itu mencerminkan pengaturan prioritas kita dengan benar, dan di sini tak disebutkan soal ketamakan. Murid-murid Kristus melayani Allah dan bukan mammon. Pikiran mereka tidak terfokus pada mengumpulkan harta di bumi.

Saya ingin tambahkan, permohonan keempat ini dapat menunjukkan bahwa doa model ini menjadi doa yang selalu dipanjatkan setiap hari, pada setiap permulaan hari.

Doa Model Terus Berlanjut (The Model Prayer Continues)

Apakah murid-murid Kristus pernah melakukan dosa? Kadang-kadang mereka lakukan, karena Yesus mengajarkan mereka untuk minta pengampunan atas dosa-dosa mereka.

“Dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. (Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.) Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” (Matius 6:12-15).

Murid-murid Yesus menyadari bahwa ketidaktaatan mereka menyakiti hati Allah, dan ketika mereka berdosa, mereka merasa malu. Mereka mau noda dihapuskan, dan syukurlah Bapa sorgawi yang pemurah bersedia mengampuni mereka. Namun mereka harus meminta ampun, yakni permohonan kelima dalam Doa Bapa Kami.

Tetapi, status mereka yang diampuni menjadi syarat bagi mereka untuk mengampuni orang lain. Karena telah diampuni dari begitu banyak dosa, maka mereka harus mengampuni setiap orang yang memohon ampun (dan untuk mengasihi dan berdamai kembali dengan orang yang tidak memohon ampun). Jika mereka menolak mengampuni, Allah tidak akan mengampuni mereka.

Permohonan keenam dan terakhir ialah permohonan yang mencerminkan keinginan seorang murid sejati untuk menjadi suci: “Jangan membawa kami kepada pencobaan, tetapi lepaskan kami daripada yang jahat [atau ‘si jahat’].” Murid yang sejati sangat merindukan kesucian yang ia minta dari Allah untuk tidak membawanya kepada situasi di mana ia bisa dicobai, agar ia tidak menyerah. Tambahan pula, ia memohon Allah agar menyelamatkannya dari setiap kejahatan yang bisa saja menawannya. Sudah tentu itulah doa besar yang dipanjatkan pada permulaan setiap hari, sebelum kita menghadapi dunia ini yang penuh kejahatan dan cobaan. Dan sudah tentu kita dapat berharap agar Allah menjawab doa ini sehingga Ia meminta kita untuk berdoa!

Orang yang mengenal Allah mengerti mengapa keenam permohonan doa ini sangat tepat. Alasannya terdapat pada kalimat terakhir doa itu: “Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya” (Matius 6:13). Allah adalah Raja agung yang memerintah seluruh kerajaanNya di mana kita adalah hamba-hambaNya. Ia maha-kuasa, dan tak seorangpun berani melawan kehendakNya. Segala kemuliaan milikNya selamanya. Ia layak untuk kita taati.

Apa tema dominan dari Doa Bapa Kami? Kesucian. Murid-murid Kristus ingin agar nama Allah dimuliakan, sehingga pemerintahanNya akan terbentuk di atas bumi, dan kehendakNya terjadi dengan sempurna di mana-mana. Bagi mereka, hal itu lebih penting dibandingkan dengan makanan. Mereka ingin menyenangkanNya, dan ketika mereka tak sanggup, mereka memohon ampun dariNya. Sebagai orang-orang yang telah diampuni, mereka mengampuni orang lain. Mereka ingin menjadi suci secara sempurna, selama mereka mau menghindari cobaan, karena cobaan memberi kesempatan untuk berbuat dosa. Seorang pemurid mengajarkan hal-hal tersebut kepada murid-muridNya.

Murid dan Harta Bendanya (The Disciple and His Material Possessions)

Topik berikut mengenai Khotbah di Bukit berpotensi menggangu orang yang mengaku Kristen yang motivasi utamanya dalam hidup adalah terus mengumpulkan harta:

“Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu. Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Matius 6:19-24).

Yesus memerintahkan agar kita tidak mengumpulkan harta di atas bumi. Lalu, apa yang menjadi “harta”? Dalam arti sebenarnya, harta adalah barang yang disimpan dalam laci harta, disimpan di suatu tempat, tak pernah digunakan untuk hal yang praktis. Yesus mendefiniskan harta sebagai benda yang menarik ngengat, karat dan pencuri. Dengan kata lain “benda-benda yang tak penting.” Ngengat memakan apa yang ada di sudut-sudut kloset kita, bukan yang ada pada pakaian yang sering kita pakai. Karat memakan benda-benda yang jarang kita pakai. Di negara-negara yang lebih berkembang, pencuri paling sering mencuri benda-benda yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh orang-orang, yakni barang seni, perhiasan, peralatan mahal, dan benda-benda yang digadaikan.

Murid-murid sejati telah “melepaskan dirinya dari segala miliknya” (lihat Lukas 14:33). Merekalah penjaga uang milik Allah, sehingga setiap keputusan untuk mengeluarkan uang meupakan keputusan rohani. Apa yang kita belanjakan dengan uang kita mencerminkan apa yang mengendalikan hidup kita. Ketika kita mengumpulkan “harta”, menyimpan uang dan membeli hal yang tak penting, kita menyatakan bahwa Yesus tidak mengendalikan kita, karena jika Ia mengendalikan kita, kita akan melakukan hal-hal yang lebih baik dengan uang yang Ia percayakan kepada kita.

Apa hal-hal yang baik itu? Yesus memerintahkan kita untuk mengumpulkan harta di sorga. Bagaimana mungkin? Ia menyatakan dalam Injil Lukas: “Juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah! Buatlah bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis, yang tidak dapat didekati pencuri dan yang tidak dirusakkan ngengat.” (Lukas 12:33).

Dengan memberi uang untuk membantu kaum miskin dan menyebarkan Injil, kita mengumpulkan harta di sorga. Yesus meminta kita untuk mengambil sesuatu yang pasti menyusut sampai pada titik di mana sesuatu itu tak lagi berharga, dan menginvestasikan- nya pada sesuatu yang tak akan pernah menyusut. Itulah yang sedang dilakukan oleh pelayan pemuridan, dan ia mengajar murid-muridnya untuk melakukan hal demikian juga.

Mata yang Buruk (The Bad Eye)

Apa maksud Yesus ketika Ia berbicara tentang orang-orang bermata baik dengan tubuh yang penuh terang dan orang-orang bermata jahat dengan tubuh penuh kegelapan? FirmanNya pasti terkait dengan uang dan kebendaan, karena itulah yang dibicarakanNya tentang sebelum dan setelah.

Kata bahasa Yunani yang diterjemahkan “jahat” dalam Matius 6:23 sama dengan kata yang diterjemahkan dalam Matius 20:15 sebagai “iri hati.” Di dalamnya, kita baca seorang tuan yang berkata kepada hambanya, “Iri hatikah engkau, karena aku murah hati?” Jelas, dalam arti sebenarnya, mata tak mungkin iri hati. Jadi ungkapan “mata yang iri (atau jahat)” berbicara tentang orang yang mempunyai keinginan yang tamak. Sehingga, kita mengerti jelas maksud Kristus dalam Matius 6:22-23.

Orang yang memiliki mata yang baik melambangkan orang yang suci hatinya, yang membiarkan cahaya kebenaran masuk ke dalam dirinya. Jadi, ia melayani Allah dan mengumpulkan harta, bukan di bumi, tetapi di sorga tempat hatinya berada. Orang yang memiliki mata jahat menutup terang kebenaran agar tak memasuki hatinya, karena dianggapnya ia sudah punya kebenaran, sehingga ia dipenuhi kegelapan, dengan percaya pada dusta. Ia mengumpulkan harta di bumi di mana hatinya berada. Ia percaya bahwa tujuan hidupnya adalah pemuliaan diri. Uang adalah allahnya. Ia pasti tidak akan ke sorga.

Apa artinya memiliki uang sebagai allahmu? Artinya, uang memiliki tempat dalam kehidupan anda yang seharusnya hanya dimiliki Allah. Uang mengarahkan hidupmu, dan uang menghabiskan energi, pikiran dan waktumu. Uang menjadi sumber sukacita anda. Anda mengasihinya.

[12]

Itu sebabnya Paulus menyamakan ketamakan dengan perzinahan, dengan menyatakan bahwa tak seorangpun yang tamak akan mewarisi Kerajaan Allah (lihat Efesus 5:5; Kolose 3:5-6).

Tetapi Allah dan uang ingin menjadi tuan dalam kehidupan kita, dan Yesus berkata bahwa kita tak dapat melayani kedua-duanya. Maka, kita pahami bahwa Yesus tetap dengan tema utamaNya —Hanya orang-orang suci akan mewarisi Kerajaan Allah. Ia menjelaskan bahwa banyak orang penuh dengan kegelapan, yang allahnya adalah uang, yang hatinya ada di bumi dan yang mengumpulkan harta duniawi; orang-orang ini tidak berada di jalan sempit yang menuju kepada kehidupan.

Orang Miskin yang Tamak (The Covetous Poor)

Perasaan kuatir akan hal-hal kebendaan tidak hanya keliru bila dikaitkan dengan barang mewah. Seseorang bisa saja keliru dengan perasaan kuatir akan hal-hal kebendaan, bahkan bila benda-benda itu berupa kebutuhan pokok. Lalu Yesus berkata:

Karena itu [yakni, berdasarkan yang baru saja Kukatakan] Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” (Matius 6:25-34).

Banyak pembaca buku ini tidak sanggup mencari hubungan dengan orang yang Yesus maksudkan. Kapan saat terakhir anda kuatir tentang makanan, minuman atau pakaian?

Namun, kata-kata Yesus tentu berlaku bagi kita semua. Jika kita keliru bila kuatir akan hal-hal yang pokok dalam kehidupan, berapa banyak lagi kekeliruan yang akan terjadi dengan kuatir akan hal-hal yang tidak pokok? Yesus mengharapkan murid-muridNya untuk tetap fokus mencari dua hal: KerajaanNya dan kebenaranNya. Ketika seorang yang mengaku Kristen tak sanggup memberikan perpuluhan (saya bisa tambahkan perintah dalam perjanjian lama), namun ia sanggup mendapatkan banyak benda yang tidak pokok, apakah ia hidup menurut standar Kristus dengan pertama-tama mencari Kerajaan dan kebenaranNya? Jawabannya, sudah jelas.

Jangan Suka Mencari Kesalahan (Don’t be a Fault-Finder)

Kumpulan perintah berikut dari Yesus kepada para pengikutNya berkaitan dengan dosa menghakimi dan mencari-cari kesalahan:

Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu. (Matius 7:1-5).

Dalam perikop ini, walaupun secara langung atau tak langsung Yesus tidak menuduh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, mereka tentu dianggap berdosa; mereka mencari-cari kesalahanNya!

Dalam peringatan ini, apa sebenarnya maksud Yesus dengan menghakimi orang lain?

Pertama, kita perhatikan hal yang tidak Ia maksudkan, yakni kita tidak boleh membeda-bedakan dan menilai karakter orang hanya dengan memperhatikan perbuatannya. Hal itu cukup jelas. Segera setelah itu, Yesus memerintahkan murid-muridNya untuk tidak melempar mutiara kepada babi-babi atau memberikan barang yang kudus kepada anjing (lihat 7:6). Secara kiasan, Ia jelas berbicara tentang jenis-jenis orang, yang menyebutkan mereka sebagai babi dan anjing, orang-orang yang tak menghargai nilai dari benda-benda kudus, yakni “mutiara”, yang akan mereka dapatkan. Mereka bukan orang-orang yang diselamatkan. Dan tentunya, jika kita menaati perintah itu, kita harus menilai apakah orang-orang digolongkan sebagai babi dan anjing.

Lagipula, Yesus dengan singkat berkata kepada pengikutNya untuk menilai guru-guru palsu, “serigala berbulu domba” (lihat 7:15), dengan melihat buah-buahnya. Jelas, untuk menaati perintah Yesus, kita harus perhatikan gaya hidup orang dan membuat penilaian.

Demikian juga, Paulus berkata kepada jemaat di Korintus:

Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut diri nya saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama. (1 Korintus 5:11).

Syarat untuk menaati perintah itu adalah saksikan gaya hidup orang dan nilai orang itu berdasarkan kesaksian kita.

Rasul Yohanes juga berkata agar kita dapat membedakan apa yang berasal dari Allah dan apa yang berasal dari Iblis. Dengan memperhatikan gaya hidup orang, jelaslah siapa yang diselamatkan dan siapa yang tidak diselamatkan (lihat 1 Yohanes 3:10).

Dengan demikian, membedakan karakter orang dengan memperhatikan perbuatannya dan menilai apakah ia milik Allah atau Iblis bukanlah dosa menghakimi terhadap apa yang diperingatkan Kristus. Jadi, apa maksud Yesus?

Perhatikan bahwa Yesus berbicara tentang mencari-cari kesalahan kecil, noda-noda, dengan seorang saudara (perlu dicatat, Yesus memakai kata saudara tiga kali dalam perikop ini). Yesus tidak mengingatkan kita untuk menghakimi orang-orang sebagai yang tidak percaya dengan melihat kesalahan mereka yang nyata-nyata (seperti yang Ia perintahkan untuk kita lakukan dalam khotbah ini). Sebaliknya, instruksi ini dimaksudkan untuk bagaimana orang Kristen harus memperlakukan orang Kristen lainnya. Mereka tidak boleh saling mencari-cari kesalahan, dan memang hendaknya demikian ketika mereka sendiri tak peduli pada kesalahan mereka yang lebih besar. Dalam hal ini, mereka adalah munafik. Seperti pernah Yesus katakan kepada banyak orang yang menghakimi secara munafik, “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” (Yohanes 8:7).

Rasul Yakobus, yang suratnya seringkali menyerupai Khotbah di Bukit, demikian juga menulis, “Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum. Sesungguhnya Hakim telah berdiri di ambang pintu.” (Yakobus 5:9). Hal itu juga membantu kita untuk memahami peringatan Yesus untuk kita hindari, yakni mencari-cari kesalahan dengan sesama orang percaya, lalu menyebarkan temuan kita, dengan saling berbantah-bantah. Itulah salah satu dosa yang paling sering muncul di gereja, dan mereka yang bersalah menempatkan diri dalam posisi menghadapi penghakiman. Ketika kita menjelek-jelekkan sesama orang percaya, dengan mengungkap kesalahannya kepada orang lain, maka kita melanggar aturan emas, karena kita juga tak ingin orang lain menjelek-jelekkan kita tanpa kehadiran kita.

Dengan penuh kasih, kita dapat mendekati sesama orang percaya terkait dengan kesalahannya, namun hanya bila kita melakukannya tanpa kemunafikan, dan yakin bahwa kita tak bersalah (atau lebih bersalah) dari dosa yang sama seperti orang yang kita mintai keterangan. Tetapi, kita hanya buang-buang waktu bila melakukan hal tersebut dengan orang tak percaya, yang menjadi pokok ayat berikut. Yesus berkata,

Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu.” (Matius 7:6).

Demikian juga, Amsal berkata, “Janganlah mengecam seorang pencemooh, supaya engkau jangan dibencinya, kecamlah orang bijak, maka engkau akan dikasihinya,” (Amsal 9:8). Suatu kali, Yesus berkata kepada murid-muridNya untuk mengebaskan abu dari kakinya untuk menentang mereka yang menolak Injil. Ketika “anjing-anjing” diketahui tak menghargai kebenaran, Allah tak ingin hamba-hambaNya membuang-buang waktu untuk menjangkau mereka, namun di saat bersamaan orang lain tidak diberikan.

Dorongan untuk Berdoa (Encouragement to Pray)

Akhirnya kita sampai pada bagian akhir dari bagian utama khotbah Yesus. Bagian itu dimulai dengan janji-janji doa yang menguatkan:

Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya. (Matius 7:7-11).

“Nah!” kata pembaca. “Ini bagian Khotbah di Bukit yang tak terkait dengan kesucian.”

Semuanya tergantung pada pertanyaan kita, dengan mengetuk dan mencari dalam doa. Seperti mereka yang “lapar dan haus akan kebenaran”, kita rindu sekali menaati semua perintah Yesus dalam khotbahNya itu, dan kerinduan kita tentu tercermin dalam doa-doa kita. Kenyataannya, doa model yang sebelumnya Yesus sampaikan dalam khotbah yang sama adalah ungkapan keinginan akan terjadinya kehendak Tuhan dan akan kesucian.

Lagipula, versi dalam kitab Lukas untuk janji-janji doa berakhir dengan ungkapan, “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” (Lukas 11:13). Yesus tidak memikirkan pemberian barang-barang mewah ketika Ia menjanjikan “pemberian yang baik” bagi kita. Dalam pikiranNya, Roh Kudus adalah “pemberian yang baik”, karena Roh Kudus menyucikan dan menolong kita untuk menyebarkan Injil yang menyucikan orang-orang lain. Orang-orang suci akan masuk sorga.

Pemberian baik lainnya adalah apapun yang ada dalam kehendak Tuhan. Tuhan jelas sangat peduli dengan kehendakNya dan kerajaanNya, sehingga kita harus berharap agar doa-doa kita untuk mendapatkan sesuatu yang akan menambah manfaat kita dalam kerajaan Allah akan selalu dijawab.

Pernyataan Kesimpulan (A Summarizing Statement)

Kita sampai pada ayat yang dianggap sebagai pernyataan yang menjadi kesimpulan dari semua yang Yesus katakan sampai pada poin ini. Banyak komentator melewatkannya, tetapi kita tak melewatkannya. Ayat khusus ini jelas merupakan pernyataan kesimpulan, karena dimulai dengan kata karena itu. Jadi, pernyataan itu terkait dengan perintah-perintah sebelumnya, dan yang menjadi pertanyaan adalah: Berapa banyak perkataan Yesus dijadikan kesimpulan? Kita baca dan pikirkan:

Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi. (Matius 7:12).

Pernyataan itu tidak bisa menjadi kesimpulan dari beberapa ayat sebelumnya mengenai doa, jika tidak pernyataan itu takkan berarti apa-apa.

Ingatlah, pada permulaan khotbahNya, Yesus mengingatkan kekeliruan pemikiran kita bahwa Ia datang untuk menghapuskan Hukum Taurat atau Kitab Para Nabi (lihat Matius 5:17). Dari pandangan itu dalam khotbahNya sampai pada ayat yang kini kita bahas, pada dasarnya Ia tak melakukan apapun selain mendukung dan menjelaskan perintah-perintah Allah dalam Perjanjian Lama. Dengan demikian Ia kini menggenapi segala sesuatu. Ia telah perintahkan, semua yang Ia berikan dari kitab-kitab Taurat dan para Nabi: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para Nabi.” (7:12). Frase “hukum Taurat dan kitab para Nabi” menghubungkan semua yang Yesus katakan antara Matius 5:17 dan 7:12.

Kini, ketika Yesus membuat kesimpulan khotbahNya, Ia menyatakan kembali tema utamaNya sekali lagi —Hanya orang-orang suci akan mewarisi Kerajaan Allah:

Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.” (Matius 7:13-14).

Jelaslah pintu gerbang sempit dan jalan menuju kehidupan, yang dicari oleh sedikit orang, adalah lambang keselamatan. Pintu gerbang lebar dan jalan besar menuju kebinasaan, jalur bagi sebagian besar orang, melambangkan penghukuman. Jika segala sesuatu yang Yesus katakan sebelum pernyataan memiliki arti, jika khotbah ini membawa dampak logis, jika Yesus pandai sebagai ahli komunikasi, maka tafsiran paling umum adalah jalan sempit sebagai jalan untuk mengikuti Yesus, dengan menaati perintah-perintahNya. Jalan lebar akan menjadi jalur berlawanan. Dalam khotbah itu, ada berapa banyak orang yang mengaku Kristen berada di jalan sempit? Pelayan pemuridan tentu ada di jalan sempit, dan ia memimpin murid-muridNya menapaki jalan sempit itu.

Beberapa orang yang mengaku Kristen bingung karena, dalam khotbah itu, Yesus tidak berkata apapun tentang iman atau percaya kepadaNya di mana Ia berkata banyak hal tentang keselamatan dan penghukuman. Tetapi, bagi mereka yang mengerti korelasi yang tak terpisahkan antara keyakinan dan perilaku, khotbah itu tak menimbulkan masalah. Setiap orang yang menaati Yesus menunjukkan iman melalui perbuatannya. Barangsiapa yang tidak menaatiNya tidak mempercayai bahwa Dialah Anak Allah. Keselamatan kita tidak hanya menunjukkan kasih karunia Allah kepada kita, tetapi juga perubahan yang terjadi dalam kehidupan kita. Kesucian kita adalah kesucianNya.

Cara Mengenali Pemimpin Religius yang Sesat (How to Recognize False Religious Leaders)

Ketika Yesus melanjutkan perkataan kesimpulanNya, Ia lalu mengingatkan murid-muridNya tentang nabi-nabi palsu yang memipin orang-orang yang tidak menunjukkan perbedaan ke jalan lebar menuju kebinasaan. Mereka benar-benar bukan dari Allah, namun berkedok sebagai dari Allah. Semua pengajar sesat dan pemimpin sesat berada pada kategori ini. Bagaimana cara kita mengenali mereka?

“Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (Matius 7:15-23).

Jelaslah, Yesus menunjukkan bahwa pengajar sesat sangat suka menipu. Mereka menampakkan tanda-tanda luarnya sebagai orang yang tulus. Mereka menyebut Yesus sebagai Tuhan mereka, bernubuat, mengusir roh-roh jahat dan melakukan mujizat-mujizat. Tetapi “bulu domba” hanya menyembunyikan “serigala yang kelaparan.” Mereka bukan domba sejati. Bagaimana bisa tahu jika mereka benar atau sesat? Karakter sejati mereka dapat dikenali dengan melihat “buah-buah” mereka.

Apa buah-buah yang Yesus bicarakan? Jelas, bukan buah-buah mujizat, tetapi buah-buah ketaatan kepada semua ajaran Yesus. Orang yang adalah domba sejati melakukan kehendak Bapa. Orang yang sesat “melakukan kejahatan” (7:23). Maka, kita bertanggung-jawab membandingkan kehidupan setiap orang dengan tiap ajaran dan perintah Yesus.

Semakin banyak guru palsu di gereja kini, dan kita tidak terkejut, karena Yesus dan Paulus telah lebih dulu memperingatkan, di akhir zaman yang mendekat, agar kita tak perlu mengharapkan hal-hal yang tak ada manfaatnya (lihat Matius 24:11; 2 Timotius 4:3-4). Nabi-nabi palsu yang paling sering muncul sekarang adalah orang-orang yang mengajarkan bahwa sorga menunggu orang-orang yang tidak suci. Mereka bertanggung-jawab atas penghukuman kekal jutaan orang. Tentang mereka, John Wesley menulis,

Betapa sangat mengerikan!—ketika para utusan Allah menjadi agen-agen Iblis!—ketika mereka yang ditugaskan untuk mengajarkan jalan ke sorga kepada orang-orang ternyata mengajarkan mereka jalan ke neraka…. Jika ditanya, “Mengapa, siapa gerangan yang melakukan…hal ini?”…Saya jawab, Sepuluh ribu orang bijak dan orang terhormat; bahkan semua orang itu, dari denominasi apapun, yang memberikan dorongan kepada orang sombong, orang yang suka main-main, orang yang penuh nafsu, pencinta dunia, orang yang suka kesenangan, orang yang tidak adil atau orang yang tidak baik, mahluk yang mudah, ceroboh, tak berbahaya dan tak berguna, orang yang tidak mendapat kritikan demi kebenaran, demi membayangkan ia berada di jalan menuju ke sorga. Merekalah nabi-nabi palsu dalam arti kata sebenarnya. Merekalah pengkhianat Allah dan manusia…. Mereka terus menghuni wilayah malam hari; dan kapanpun mereka mengikuti jiwa-jiwa merana, mereka telah hancurkan, “neraka akan dipindahkan dari bawah untuk menemui mereka pada saat mereka datang!”

[13]

 

Hal yang menarik, dalam Matius 7:15-23, Wesley secara khusus mengomentari tentang guru-guru palsu yang Yesus ingatkan untuk dilawan.

Perhatikan bahwa Yesus berkata dengan jelas, berbeda dengan perkataan banyak guru palsu kepada kita kini, bahwa mereka yang tidak menghasilkan buah akan dilempar masuk ke neraka (lihat 7:19). Lagipula, hal itu berlaku tidak hanya kepada guru-guru dan nabi-nabi, tetapi juga kepada setiap orang. Yesus berkata, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Matius 7:21). Hal yang benar bagi nabi adalah benar juga bagi semua orang. Itulah tema utama Yesus— Hanya orang-orang suci akan mewarisi Kerajaan Allah. Orang yang tidak menaati Yesus pasti masuk neraka.

Juga perhatikan hubungan yang Yesus buat antara hakekat seseorang dipandang dari dalam dirinya dan hakekatnya dipandang dari luar. Pohon yang “baik” menghasilkan buah yang baik. Pohon yang “buruk” tak dapat menghasilkan buah yang baik.

Sumber buah yang baik yang muncul di luar adalah karakter orang itu. Oleh kasih karuniaNya, Allah telah mengubah karakter orang yang sungguh percaya kepada Yesus.

[14]

 

Peringatan Akhir dan Ikhtisar (A Final Warning and Summary)

Yesus menyimpulkan khotbahNya dengan peringatan akhir dan contoh yang menjadi kesimpulan. Seperti harapan anda, inilah ilustrasi dari temaNya— Hanya orang-orang suci akan mewarisi Kerajaan Allah.

Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang men diri kan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang men diri kan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya. (Matius 7:24-27).

Ilustrasi akhir Yesus bukanlah formula untuk “sukses dalam hidup” seperti yang dipakai oleh beberapa orang. Konteks menunjukkan bahwa Yesus tak akan memberi saran tentang bagaimana mendapatkan banyak uang selama masa-masa sulit, dengan memiliki iman dalam janji-janjiNya. Inilah kesimpulan dari semua perkataan Yesus dalam KhotbahNya di Bukit. Orang yang melakukan perkataanNya adalah bijak dan akan bertahan; orang tak perlu takut akan murka Allah ketika murka itu menimpanya. Orang yang tidak menaatiNya adalah bodoh dan akan mengalami banyak penderitaan, dan akan mendapat ”hukuman kebinasaan selama-lamanya” (2 Tesalonika 1:9).

Jawaban atas Pertanyaan (Answer to a Question)

Tidak mungkin Khotbah di Bukit oleh Yesus hanya berlaku bagi para pengikutNya yang hidup sebelum pengorbanan kematian dan kebangkitanNya? Tidakkah mereka berada di bawah Hukum Taurat sebagai cara sementara mereka untuk mendapatkan keselamatan, tetapi setelah Yesus mati untuk dosa-dosa mereka, lalu diselamatkan dengan iman, sehingga membatalkan tema yang dijelaskan dalam khotbah ini?

Itulah teori yang buruk. Tak seorangpun diselamatkan oleh hasil usahanya. Keselamatan selalu oleh karena iman, sebelum dan selama pejanjian lama. Paulus berpendapat dalam Roma 4 bahwa baik Abraham (sebelum pejanjian lama) dan Daud (selama pejanjian lama) dibenarkan oleh iman dan bukan hasil usaha.

Lagipula, adalah mustahil bila para pengikut Yesus dapat diselamatkan oleh hasil usahanya, karena mereka semua telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah (lihat Roma 3:23). Hanya kasih karunia Allah yang dapat menyelamatkan mereka, dan hanya iman dapat menerima kasih karuniaNya.

Sayangnya, banyak orang di gereja kini memandang semua perintah Yesus sebagai bukan tujuan, yang lebih dari sekedar membuat kita merasa bersalah sehingga kita mustahil diselamatkan melalui hasil usaha. Karena kita sudah ”mendapatkan pesan” dan telah diselamatkan dengan iman, kita dapat abaikan sebagian besar perintahNya. Jika tidak, tentu kita ingin orang lain “diselamatkan”. Lalu kita dapat menambahkan perintah-perintah lagi untuk menunjukkan kepada orang-orang betapa berdosanya mereka sehingga mereka akan diselamatkan oleh “iman” tanpa hasil usaha.

Namun demikian, Yesus tidak berkata kepada murid-muridNya, “Pergilah ke seluruh dunia dan lakukan pemuridan, dan yakinkan mereka untuk menyadari bahwa, ketika murid-murid merasa bersalah dan kemudian diselamatkan oleh iman, perintah-perintahKu telah menjadi tujuan dalam kehidupan mereka.” Sebaliknya, Ia berkata, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku …. ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu..” (Matius 28:19-20, tambahkan penekanan). Pelayan pemuridan akan melakukan hal tersebut.

 


[1]

Sangat menarik, ayat berikutnya dalam kitab Yakobus adalah, “Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?” (Yakobus 2:14).

[2]

Memang benar apa yang sering disebut sebagai “aspek-aspek seremonial Hukum Taurat” juga “aspek-aspek moral Hukum Taurat”, walaupun banyak penjelasanNya mengenai penggenapanNya terhadap hukum seremonial diberikan oleh Roh KudusNya kepada para rasul setelah kebangkitanNya. Kita kini mengerti mengapa tidak perlu ada pengorbanan hewan pada zaman perjanjian baru, karena Yesus adalah Domba Allah. Kita juga tidak mengikuti hukum dalam perjanjian lama tentang makanan karena Yesus menyatakan semua makanan halal (lihat Markus 7:19). Kita tidak perluk pergumulan doa seorang imam kepala di bumi karena Yesus kini adalah Imam kepala kita, dan seterusnya. Tetapi, tidak seperti hukum seremonial, tak ada apapun dari hukum moral yang pernah diubah oleh apapun yang dilakukan atau dikatakan oleh Yesus, sebelum atau setelah kematian dan kebangkitanNya. Sebaliknya, Yesus menguraikan dan mendukung hukum moral dari Allah, seperti yang dilakukan oleh para rasul dengan ilham Roh setelah kebangkitanNya. Aspek-aspek moral Hukum Taurat Musa semuanya dicakup dalam Hukum Kristus, yakni hukum perjanjian baru. Ingatlah juga bahwa pada saat itu Yesus tengah berbicara kepada orang-orang Yahudi yang ada di bawah Hukum Taurat Musa. Jadi kata-kataNya dalam Matius 5:17-20 perlu ditafsirkan sesuai pewahyuan Yesus yang tengah berlangsung dalam Perjanjian Baru.

[3]

Lagipula, jika Yesus berbicara tentang kebenaran legal sebagai akibat yang kita terima sebagai karunia untuk percaya kepadaNya, mengapa tidak Ia menunjuk langsung pada kebenaran itu? Mengapa Ia mengatakan sesuatu yang mudah disalahpahami oleh orang yang tak berpendidikan yang berbicara dengan saya, yang tak pernah menduga bahwa saya berbicara tentang kebenaran sebagai akibat?

[4]

Ini berlaku pada hubungan kita dengan saudara-saudara kita dalam Kristus. Yesus menyebut para pemimpin agama tertentu sebagai orang-orang bodoh (lihat Matius 23:17), seperti yang disebut juga dalam Alkitab pada umumnya (lihat Amsal 1:7; 13:20).

[5]

Sudah tentu, Allah tidak meminta istri itu bertanggung-jawab atas perzinahan ketika ia kawin lagi; ia hanya korban perbuatan dosa suaminya. Jelaslah, perkataan Yesus tidak masuk akal jika istri itu tidak kawin lagi. Jika tidak, tiada penilaian di mana ia dapat dianggap sebagai istri berzinah.

[6]

Lagi-lagi, Allah tidak menganggap suami baru bertanggung-jawab atas perzinahan. Si suami baru itu melakukan hal yang benar, yakni menikahi dan menerima istri yang diceraikan. Namun, bila seseorang menyuruh seorang istri untuk menceraikan suaminya agar ia dapat mengawini wanita itu, maka ia bersalah karena berbuat perzinahan, dan itulah mungkin dosa yang dimaksudkan Yesus di sini.

[7]

Tentu, ada situasi lain yang dapat diperhatikan. Misalnya, istri Kristen, yang suaminya tak bercukur, menceraikan suaminya itu tentulah bersalah karena berzinah bila istri itu mengawini kembali seorang Kristen.

[8]

Pada bab berikut tentang perceraian dan pernikahan ulang, saya membahas masalah ini lebih luas.

[9]

Dengan harapan untuk membenarkan dirinya, seorang guru Hukum Taurat Yahudi bertanya kepada Yesus, “Siapakah sesamaku?” Anda yakin, ia sudah berpikir bahwa ia punya jawaban yang tepat. Yesus menjawabnya dengan kisah seorang Samaria yang baik hati, anggota kelompok yang dibenci oleh orang-orang Yahudi, yang membuktikan dirinya sebagai sesama bagi seorang Yahudi yang tertimpa kemalangan (lihat Lukas 10:25-37).

[10]

Nanti dalam buku ini, saya memasukkan bab tentang berpuasa.

[11]

Sebagian orang sayangnya menyatakan bahwa Doa Bapa Kami ini bukanlah doa yang dipakai oleh orang-orang Kristen karena doa ini tidak dipanjatkan “dalam nama Yesus.” Tetapi, dengan logika ini, kita harus membuat kesimpulan bahwa banyak doa dari para rasul yang dicatat dalam Kisah Para Rasul dan surat-surat bukanlah “doa-doa orang Kristen.”

[12]

Pada kesempatan lain, Yesus membuat pernyataan yang sama tentang kemustahilan melayani Allah dan mammon, dan Lukas menyatakan kepada kita, “Semuanya itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu, dan mereka mencemoohkan Dia.” (Lukas 16:14). Lagi-lagi, pada Khotbah di Bukit, Yesus jelas-jelas mengungkapan praktek dan pengajaran orang-orang Farisi.

[13]

Buku berjudul the Works of John Wesley (Baker: Grand Rapids, 1996), karangan John Wesley, dicetak ulang dari edisi tahun 1872 yang diterbitkan oleh the Wesleyan Methodist Book Room, London, halaman 441, 416.

[14]

Saya ingin sekali mengambil kesempatan juga untuk mengomentari di sini tentang ungkapan yang lazim digunakan orang ketika mencari alasan berbuat dosa pada orang lain: “Kita tidak tahu apa yang ada di hati mereka.” Berbeda dengan hal ini, Yesus berkata bahwa penampakan luar menampilkan hal yang di dalam. Di tempat lain, Ia berkata, “Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati” (Matius 12:34). Ketika seseorang mengucapkan kata-kata kebencian, maka tampaklah kebencian mengisi hatinya. Yesus juga berkata kepada kita bahwa “sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan.” (Markus 7:21-22). Ketika seseorang berzinah, kita benar-benar tahu apa yang ada di dalam hatinya, yakni perzinahan.